Santapan Rohani

Santapan Rohani
Sabtu, 29 Maret 2014
------------------------------
Dunia Yang Lebih Baik
Joe Stowell

Baca: 1 Petrus 2:9-12
Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya . . . mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatan-mu yang baik dan memuliakan Allah. —1 Petrus 2:12
Bacaan Untuk Setahun:
Hakim-Hakim 7–8
Lukas 5:1-16
Dalam Peanuts, salah satu kartun kegemaran saya yang menampilkan Charlie Brown, tokoh Lucy yang selalu percaya diri menyatakan, “Bagaimana mungkin dunia ini menjadi semakin buruk dengan aku hidup di dalamnya? Sejak aku lahir, jelas-jelas dunia menjadi semakin baik!”
Tentu saja, Lucy sedang menunjukkan suatu pendapat yang tidak masuk akal dan ia sedang meninggikan dirinya sendiri. Akan tetapi, maksud yang hendak disampaikannya itu memang menarik. Apa yang akan terjadi apabila kita memang berusaha membuat dunia ini menjadi lebih baik dengan cara memperlihatkan kasih Kristus di mana pun Allah menempatkan kita?
Tatkala Petrus menulis kepada orang-orang percaya yang sedang teraniaya, ia menasihati mereka untuk memiliki “cara hidup yang baik” (1Ptr. 2:12) dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang pada akhirnya akan memuliakan Allah. Dengan kata lain, kita bisa menjadikan dunia lebih baik melalui setiap tindakan kita. Bayangkan perubahan yang akan terjadi di tengah dunia ini ketika kasih, belas kasihan, pengampunan, keadilan, dan damai sejahtera tersebar melalui perbuatan-perbuatan kita yang meneladani Kristus. Saya selalu meyakini, andai kata kita menerapkan ayat tersebut dalam hidup kita sehari-hari, orang mungkin akan berkata, “Kantor kami menjadi lebih baik karena ______ bekerja di sini” atau “Lingkungan kami menjadi lebih baik” atau “Sekolah kami menjadi lebih baik.”
Kita tidak bisa seorang diri saja mengubah seluruh dunia ini, tetapi oleh anugerah Allah, kita bisa memakai perubahan yang Kristus telah perbuat dalam diri kita untuk mengubah dunia di sekitar kita.
Kasih berarti memberikan yang dunia butuhkan,
Kasih berarti berbagi menuruti pimpinan Roh,
Kasih berarti mau peduli ketika dunia menangis,
Kasih berarti melayani dengan belas kasih Kristus. —Brandt
Setiap orang bisa menjadikan dunia ini lebih baik— dengan membuat kemuliaan Kristus bersinar melalui kita.

Santapan Rohani

Santapan Rohani
Jumat, 07 Maret 2014
---------------------------------
Tidak Akan Salah Diterjemahkan
Bill Crowder

Baca: Roma 8:19-27
[Roh Kudus], sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus. —Roma 8:27
Bacaan Untuk Setahun:
Ulangan 3–4
Markus 10:32-52
Selama bertahun-tahun ini, saya mendapat kesempatan berharga untuk mengajarkan Alkitab kepada banyak orang di berbagai tempat di dunia. Karena saya hanya bisa berbahasa Inggris, saya sering bekerja sama dengan para penerjemah yang dapat memahami ungkapan hati saya dan menerjemahkannya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh para pendengar di masing-masing negara. Terjalinnya komunikasi yang efektif sangat bergantung pada kemampuan setiap penerjemah ini. Baik itu Inawaty di Indonesia, Annie di Malaysia, atau Jean di Brasil, mereka memastikan bahwa maksud yang saya sampaikan lewat perkataan saya dapat diungkapkan dengan jelas.
Pekerjaan penerjemahan itu menyerupai satu aspek dari karya Roh Kudus dalam kehidupan umat Allah. Ketika kita berdoa, kita tidak selalu tahu bagaimana sebenarnya kita harus berdoa (Rm. 8:26), dan ayat 27 memberikan dorongan kepada kita, demikian, “Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus.” Ketika kita menghadap Bapa Surgawi dalam doa, Roh Kudus hadir sebagai penolong kita untuk menerjemahkan doa-doa kita sesuai dengan maksud-maksud Allah yang baik atas hidup kita.
Sungguh suatu pemberian yang luar biasa! Allah tidak hanya menghendaki kita untuk mengutarakan isi hati kita kepada-Nya, Dia juga memberikan kepada kita penerjemah yang terbaik untuk menolong saat kita berdoa. Kita dapat meyakini bahwa doa-doa kita tidak akan pernah salah diterjemahkan oleh Roh Kudus.
Terima kasih, Bapa, atas pemberian Roh-Mu. Aku bersyukur bahwa saat berdoa aku diyakinkan akan pertolongan-Mu untuk membuat doaku terucap sebagaimana seharusnya. Ajarlah aku bergantung pada Roh-Mu agar aku mengerti kehendak-Mu dengan sempurna.
Keterlibatan Roh Kudus memberikan jaminan bahwa doa-doa kita akan selaras dengan maksud Allah

Renungan Malam

Renungan Malam
Sabtu, 22 February 2014
-----------------------------------

Manakah Tujuan Kematian?

Nats : Sengat maut ialah dosa …. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita (1 Korintus 15:56,57)
Bacaan : 1Korintus 15:12-26

Pada tahun 410M, bangsa barbar dari Jerman yang dikenal sebagai bangsa Gotik menjarah kota Roma. Selama penyerbuan itu, banyak orang kristiani dibunuh secara sadis dan kejam.

Di tengah-tengah tragedi ini, ahli teologi ternama Agustinus (354-430) menulis buku klasiknya, The City of God [Kota Allah]. Pikiran-pikirannya masih segar hingga kini, walaupun sudah hampir berusia 16 abad.

Agustinus menulis, “Akhir dari kehidupan ini menyejajarkan kehidupan terlama dengan kehidupan tersingkat …. Kematian menjadi jahat hanya karena hukuman setimpal yang mengikutinya. Karena itu, mereka yang ditentukan untuk mati tidak perlu bertanya tentang kematian macam apa yang akan mereka jalani, tetapi ke mana kematian itu akan mengantar mereka.”

Bagi mereka yang percaya kepada Yesus Kristus, kematian bukanlah seperti polisi yang menyeret kita ke pengadilan, melainkan seperti hamba yang mengantar kita untuk memasuki hadirat Tuhan yang penuh kasih. Rasul Paulus memahami hal ini. Ia memandang kehidupan dan kematian dari perspektif Kristus. Karena ia mengetahui ke mana kematian akan membawanya, maka ia dengan berani menyatakan, “Maut telah ditelan dalam kemenangan” (1 Korintus 15:54).

Setiap orang kristiani dapat memiliki keberanian yang sama. Karena kematian dan kebangkitan Kristus, kita yang menaruh iman di dalam Dia dapat memandang kematian bukan sebagai sebuah titik, melainkan sebuah koma yang mendahului kemuliaan kekal bersama Tuhan kita -HWR

KEMATIAN BUKAN SEBUAH TITIK-ITU HANYA SEBUAH KOMA

Santapan Rohani


Santapan Rohani
Jumat, 21 February 2014
----------------------------------

Siarkan Di Atas Bukit
David C. McCasland

Baca: Markus 3:1-15

Kemudian naiklah Yesus ke atas bukit. Ia memanggil orang- orang yang dikehendaki-Nya dan merekapun datang kepada-Nya. —Markus 3:13

Bacaan Untuk Setahun:
Bilangan 1–3
Markus 3

Saya terkesima membaca sebuah artikel di surat kabar nasional yang memuji sekelompok pemain snowboard (papan luncur salju) berusia remaja yang mengada-kan kebaktian mingguan di suatu lereng ski di Colorado. Artikel oleh Kimberly Nicoletti dalam Summit Daily News itu menarik perhatian khalayak luas dengan kisah tentang para remaja yang suka bermain snowboard sambil bersaksi tentang Yesus yang telah mengubah kehidupan mereka. Para remaja itu didukung oleh suatu lembaga pelayanan pemuda yang memberikan pembekalan bagi usaha mereka menunjukkan kasih Allah.

Memang lebih mudah untuk melakukan segalanya sendiri daripada melatih orang lain untuk melakukannya. Namun Yesus mau mencurahkan hidup-Nya untuk dua belas orang murid yang akan dipakai-Nya untuk berkarya menjangkau dunia. Di tengah desakan dari orang-orang yang memohon untuk disembuhkan, Yesus naik ke atas sebuah bukit dan di sana “Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil” (Mrk. 3:14).

Salah seorang pemain snowboard di Colorado menceritakan tentang pelatihan pemuridan yang dijalaninya: “Selama ini aku tak pernah bisa bergaul baik dengan keluarga atau teman-teman; aku selalu menjaga jarak dengan mereka. [Program ini] menunjukkan kasih Allah kepadaku dan membuka mataku untuk mau menjangkau jiwa-jiwa.”

Dengan mengalami kasih Yesus dan berada dalam persekutuan dengan-Nya dan para pengikut-Nya, kita akan menerima keberanian untuk bertindak dan berkata-kata dengan cara-cara yang memuliakan Tuhan kita.
Mari kita melangkah, sesuai panggilan Allah,
Ditebus oleh darah Yesus yang mahal;
Tunjukkan kasih-Nya, teladani hidup-Nya,
Kabarkan berita-Nya, bagikan rahmat-Nya. —Whittle
Bersaksi bukanlah pekerjaan yang harus dilakukan, melainkan sebuah kehidupan yang harus dijalani.

Renungan Malam


Renungan Malam
Sabtu, 15 February 2014
------------------------------------------------

Pertanyaan Bagus

Nats : Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat? Jawab mereka, Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat (Kisah 16:30,31)
Bacaan : Kisah 16:16-34

Menemukan pertanyaan yang tepat sama pentingnya dengan menemukan jawaban yang tepat, kata Henri Nouwen, seorang penulis buku-buku devosional. Namun, kerap kali begitu mudahnya kita mendahului Roh Allah ketika berbicara mengenai Kristus kepada orang yang belum percaya. Kita sudah memberikan jawaban, padahal kita belum mendengarkan pertanyaan-pertanyaan mereka.

Kecenderungan ini diperjelas beberapa tahun silam pada saat seseorang menulis Kristus adalah jawaban! dengan tulisan cakar ayam di dinding sebuah bangunan. Seseorang yang sinis lewat dan menambahkan kata-kata: Apa pertanyaannya?

Paulus dan Silas, yang dijebloskan ke penjara karena Injil, membangkitkan pertanyaan rohani yang mendalam di hati kepala penjara. Pertanyaan itu muncul bukan karena mereka menyampaikan khotbah pada orang itu, melainkan karena mereka menyanyikan pujian bagi Allah. Ketika gempa bumi mengakibatkan pintu-pintu penjara terbuka dan memutuskan rantai-rantai mereka, kepala penjara itu hampir saja bunuh diri. Ia takut dihukum mati jika para tawanan melarikan diri. Namun Paulus dan Silas menghentikan tindakan kepala penjara itu dengan memilih untuk tetap tinggal di penjara demi kepentingan kepala penjara tersebut. Karena itulah, ia berteriak, Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat supaya aku selamat?

Pada hari ini, sama seperti dahulu, Roh Kudus akan menciptakan pertanyaan yang tepat di dalam hati manusia dan membuat mereka siap untuk memberikan jawaban yang tepat, yaitu Yesus Kristus JEY

ORANG-ORANG KRISTIANI YANG MENGGARAMI
MEMBUAT ORANG LAIN HAUS AKAN AIR KEHIDUPAN

Renungan Harian


Renungan Harian
Saturday, February 8,2014

BERMULA DARI HAL KECIL

"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar." Lukas 16:10a

Seorang pendaki bisa mencapai puncak gunung diawali oleh pijakan pertama. Seorang pelari mampu mencapai garis finis dan menjadi juara juga bermula dari langkah awal yang baik. Segala sesuatu yang besar bermula dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu. Pohon nangka yang besar dan berbuah lebat serta tampak rindang di belakang rumah kita pun juga berasal dari satu biji nangka yang kecil. Coba renungkanlah itu.

Dalam perumpamaan tentang biji sesawi Tuhan Yesus berkata, "Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya." (Matius 13:32). Karena itu jangan pernah meremehkan perkara-perkara kecil yang tampaknya sederhana. Untuk menjadi besar kita harus bersedia memulai sesuatu dari perkara yang kecil. Perkara yang kecil bermula dari apa yang ada pada kita saat ini. Apa yang kita miliki adalah permulaan dari segala sesuatu yang akan kita miliki di masa yang akan datang: pekerjaan atau profesi yang kita jalani, pelayanan yang dipercayakan kepada kita, talenta, harta yang kita miliki dan lain-lain. Jangan sampai kita seperti orang yang memiliki satu talenta, yang hanya menyimpan talentanya itu di dalam tanah dan tidak mengembangkannya (baca Matius 25:24-30). Mari kita kerjakan dengan setia apa pun yang dikaruniakan Tuhan bagi kita, supaya pada saatnya, perkara-perkara besar atau hal-hal yang tidak terpikirkan, akan disediakanNya bagi kita. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).

Yesus juga memulai pelayananNya dari bawah. Karena kesetiaan dan ketaatanNya pada Bapa dari hal-hal kecil, akhirnya Yesus menjadi yang terbesar dan "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9). Yusuf, sebelum menjadi the second man di Mesir, terlebih dulu setia dan tekun melakukan perkara-perkara kecil, sehingga pada saatnya ia beroleh kepercayaan terhadap hal-hal yang besar.

Apa pun yang Tuhan percayakan kepada kita, mari kita kerjakan dengan setia, karena ini adalah permulaan dari perkara-perkara besar.


Tuhan Memberkati

Santapan Rohani


Santapan Rohani
Sabtu, 01 Februari 2014
---------------------------------

Allah Mendengar
Jennifer Benson Schuldt

Baca: 1 Samuel 1:9-20

Karena Hana berkata-kata dalam hatinya . . . suaranya tidak kedengaran. —1 Samuel 1:13

Bacaan Untuk Setahun:
Keluaran 27–28
Matius 21:1-22

Setelah membaca beberapa buku anak-anak bersama putri saya, saya mengatakan kepadanya bahwa saya akan membaca buku untuk orang dewasa selama beberapa waktu, baru kemudian kami akan membaca bersama buku anak-anak lagi. Saya membuka-buka buku yang ingin saya baca dan mulai membacanya dalam hati. Beberapa menit kemudian, putri saya menatap saya dengan tatapan ragu dan berkata, “Mama tidak benar-benar membaca.” Dalam anggapannya, karena saya membaca tanpa mengeluarkan suara, saya tidak sungguh-sungguh mencerna kata-kata dalam buku itu.

Seperti membaca, doa juga bisa dilakukan tanpa mengeluarkan suara. Hana, yang rindu mempunyai anak, mengunjungi bait Allah dan “berkata-kata dalam hatinya” ketika berdoa. Bibirnya bergerak-gerak, tetapi “suaranya tidak kedengaran” (1Sam. 1:13). Imam Eli melihat semua itu tetapi salah memahami apa yang sedang terjadi. Hana menjelaskan, “Aku mencurahkan isi hatiku di hadapan Tuhan” (ay.15). Allah mendengar permohonan doa tanpa suara yang dipanjatkan Hana dan memberinya seorang putra (ay.20).

Karena Allah menyelidiki hati dan pikiran kita (Yer. 17:10), Dia melihat dan mendengar setiap doa—bahkan doa-doa yang tidak terucapkan oleh bibir kita. Sifat-Nya yang Mahatahu memungkinkan kita untuk berdoa dengan penuh keyakinan bahwa Dia akan mendengar dan menjawab doa-doa kita (Mat. 6:8,32). Oleh karena itulah, kita dapat terus memuji Allah, memohon pertolongan-Nya, dan berterima kasih kepada-Nya atas segala berkat-Nya—bahkan ketika orang lain tidak dapat mendengar doa kita.
Indahnya saat yang teduh
Menghadap takhta Bapaku:
Kunaikkan doa pada-Nya,
Sehingga hatiku lega. —Walford
(Kidung Jemaat, No. 454)
Allah memenuhi hati kita dengan damai sejahtera ketika kita mencurahkan isi hati kita kepada-Nya.

Santapan Rohani


Santapan Rohani
Kamis, 30 January 2014
----------------------------------

Berharga Di Mata Allah
David C. McCasland

Baca: Mazmur 116

Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya. —Mazmur 116:15

Bacaan Untuk Setahun:
Keluaran 23–24
Matius 20:1-16

Sebagai tanggapan terhadap kabar telah berpulangnya seorang teman dekat kami, seorang saudara seiman yang bijak mengirimkan kepada saya kata-kata berikut, “Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya” (Mzm. 116:15). Iman teman kami yang menyala-nyala kepada Yesus Kristus menjadi karakteristik dominan yang menandai hidupnya. Oleh karena itu, kami yakin ia sudah pulang ke rumah Bapa di surga, dan keluarganya pun memiliki keyakinan yang sama. Hanya saja, saya masih begitu terfokus dengan dukacita yang mereka alami. Memang selayaknya kita menunjukkan kepedulian kepada orang lain yang berduka dan mengalami kehilangan.

Namun ayat dari Mazmur tadi membuat saya berpikir tentang cara pandang Tuhan terhadap kematian sahabat kami ini. Sesuatu yang “berharga” pastilah bernilai tinggi. Meskipun demikian, ada makna yang lebih besar di sini. Ada sesuatu dalam kematian orang yang dikasihi Tuhan yang melampaui rasa dukacita kita atas kepergian mereka.

Satu terjemahan Alkitab memberi penjelasan, “Berharga (penting dan bukan hal sepele) di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya (umat-Nya).” Versi lain mengatakan, “Orang-orang yang dikasihi Tuhan begitu berharga bagi-Nya dan Dia tidak membiarkan mereka mati begitu saja.” Allah tak menganggap enteng kematian. Yang ajaib dari anugerah dan kuasa-Nya adalah sebagai orang percaya, hilangnya nyawa di bumi juga akan membawa manfaat besar.

Saat ini kita hanya mengetahui gambarannya secara sekilas. Suatu hari nanti, kita akan memahami semuanya dalam terang-Nya yang sempurna.
Jadi saat napas terakhirku
Mengoyak tabir kehidupan
Dengan kematian aku lolos dari maut
Dan memperoleh hidup kekal. —Montgomery
Iman membangun suatu jembatan yang cukup untuk menyeberangi teluk kematian.

Santapan Rohani


Santapan Rohani
Selasa, 28 February 2014
--------------------------------

Lebih Baik Daripada Yang Direncanakan
Julie Ackerman Link

Baca: Efesus 5:15-21

Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita. —Efesus 5:20

Bacaan Untuk Setahun:
Keluaran 19–20
Matius 18:21-35

Gangguan bukanlah hal baru. Jarang sekali segala sesuatu dalam satu hari itu berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan.

Hidup ini penuh dengan ketidak-nyamanan. Rencana yang kita susun sering dibelokkan oleh berbagai kuasa yang ada di luar kendali kita. Daftarnya panjang dan terus berganti: sakit, konflik, kemacetan di jalan, lupa, peralatan yang rusak, perilaku kasar, kemalasan, ketidaksabaran, ketidakmampuan.

Namun yang tidak dapat kita lihat adalah sisi lain dari ketidaknyamanan. Kita sering menganggap ketidaknyamanan itu tidak memiliki tujuan lain selain membuat kita kecil hati, membuat hidup kita semakin sulit, dan mengacaukan segala rencana kita. Meski demikian, ketidaknyamanan bisa jadi merupakan cara yang dipakai Allah untuk melindungi kita dari sejumlah bahaya yang tidak kita sadari. Ketidaknyamanan juga bisa memberi kita kesempatan untuk menunjukkan kasih dan pengampunan Allah. Mungkin juga hal itu merupakan awal dari sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kita rencanakan sebelumnya. Bisa jadi hal itu merupakan ujian untuk melihat respons kita terhadap kesukaran. Apa pun itu, meskipun mungkin kita tidak mengerti alasan Allah, kita dapat mempercayai motivasi-Nya, yaitu untuk menjadikan kita semakin serupa dengan Yesus dan untuk memperluas kerajaan-Nya di bumi.

Bisa dikatakan bahwa ketidaknyamanan sudah menjadi “makanan sehari-hari” dari para pengikut Allah di sepanjang sejarah. Namun Allah punya maksud. Dengan kesadaran itulah, kita dapat bersyukur kepada-Nya, karena kita yakin bahwa Dia memberi kita kesempatan untuk menggunakan waktu kita dengan bijaksana (Ef. 5:16,20).
Tuhan, begitu sering aku menjadi jengkel oleh hal-hal kecil yang rasanya begitu banyak di sekitarku. Setiap kali aku tergoda untuk kehilangan kesabaran, menyalahkan orang lain, atau menyerah saja, tolong aku untuk melihat wajah-Mu.
Apa yang terjadi pada kita sama sekali tidak sebanding dengan yang diperbuat Allah di dalam dan melalui kita.

Renungan Malam


Renungan Malam
Kamis, s, 23 January 2014
-------------------------------

Dalam Hadirat-Nya

Nats : Maut telah ditelan dalam kemenangan (1Korintus 15:54)
Bacaan : 1 Korintus 15:50-58

Ketika jemaat di sekeliling saya menyanyikan bait terakhir lagu "Ajaib Benar Anugerah" (Amazing Grace), saya tidak mampu ikut bernyanyi bersama mereka. Saya justru menyeka air mata ketika membaca kata-kata John Newton, "Meski selaksa tahun lenyap di surga mulia, rasanya baru sekejap memuji nama-Nya." Saat itu saya tidak tertarik dengan 10.000 tahun (selaksa) di surga. Yang saya pikirkan hanyalah bahwa putri saya yang berusia 17 tahun telah berada di sana. Melissa, yang beberapa bulan kemudian akan masuk sekolah menengah atas, telah berada di surga. Ia telah mengalami kekekalan yang hanya dapat kita bicarakan dan nyanyikan.

Sejak Melissa meninggal karena kecelakaan mobil pada musim semi tahun 2002, surga memiliki arti baru bagi keluarga kami. Karena putri remaja kami yang cerdas dan cantik itu telah mempercayai Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya, kami tahu ia telah berada di surga. Seperti yang dikatakan Paulus, "Maut telah ditelan dalam kemenangan" (1Korintus 15:54). Bagi kami, surga bahkan menjadi semakin nyata. Kami sadar bahwa ketika kami berbicara dengan Allah, kami sedang berbicara dengan Dia yang menerima Melissa kami di dalam hadirat-Nya.

Kenyataan tentang surga merupakan salah satu kebenaran Alkitab yang paling mulia. Surga merupakan tempat yang nyata di mana orang-orang yang kita kasihi hidup di dalam hadirat Allah yang Mahabesar. Di sana mereka selamanya melayani dan menyanyikan pujian-pujian untuk-Nya. Semua itu karena anugerah-Nya yang luar biasa! --Dave Branon

ORANG KRISTIANI TIDAK PERNAH BENAR-BENAR BERPISAH
UNTUK SELAMA-LAMANYA

Sarapan Rohani

Santapan Rohani
Rabu, 22 January 2014
--------------------------

Bata Tanpa Jerami
Jennifer Benson Schuldt

Baca: Keluaran 5:24–6:12

Aku akan membebaskan kamu . . . , dan menebus kamu dengan tangan yang teracung. —Keluaran 6:5

Bacaan Untuk Setahun:
Keluaran 4–6
Matius 14:22-36

Banyak di antara kita menghadapi tantangan untuk bekerja dengan sumber daya yang terbatas. Kita menghadapi dana yang lebih sedikit, waktu yang lebih singkat, tenaga yang semakin terkuras, dan rekan kerja yang semakin dikurangi, tetapi dengan beban pekerjaan yang mungkin tetap sama. Ada kalanya beban pekerjaan kita justru semakin bertambah. Ada sebuah ungkapan yang merangkum situasi ini: “Membuat lebih banyak bata dengan lebih sedikit jerami.”

Ungkapan ini mengacu pada penderitaan bangsa Israel ketika menjadi budak di Mesir. Firaun memutuskan untuk menghentikan penyediaan jerami bagi bangsa Israel, tetapi ia tetap menuntut mereka menghasilkan batu bata dalam jumlah yang sama setiap harinya. Mereka harus menjelajahi seluruh tanah Mesir untuk mengumpulkan jerami, sementara para pengawas dari Firaun memukuli dan memaksa mereka untuk bekerja lebih keras lagi (Kel. 5:13). Bangsa Israel menjadi begitu kecil hati sampai mereka tidak menghiraukan firman Allah lewat Musa, “Aku akan membebaskan kamu . . . , dan menebus kamu dengan tangan yang teracung” (6:5).

Meskipun bangsa Israel menolak untuk mendengarkan pesan Allah, Allah tetap memimpin dan mengarahkan Musa, dan menyiapkannya untuk berbicara kepada Firaun. Allah tetap teguh membela bangsa Israel dengan berkarya di balik layar. Sama seperti bangsa Israel, kita pun dapat menjadi putus asa sampai-sampai kita mengabaikan penguatan yang kita terima. Dalam masa-masa yang sulit, mengingat Allah sebagai penyelamat kita akan menghibur hati kita (Mzm. 40:18). Allah selalu berkarya demi kebaikan kita, bahkan di saat-saat kita tidak dapat melihat apa yang sedang dikerjakan-Nya.
Tuhan, tolonglah aku untuk percaya kepada-Mu di tengah keputusasaanku. Penuhilah aku dengan pengharapan melalui kuasa Roh Kudus-Mu. Kiranya hidupku dapat menjadi saksi akan kesetiaan-Mu.
Masa-masa yang sulit merupakan masa-masa untuk percaya.

Sarapan Rohani Pagi


Santapan Rohani
Senin, 20 January 2014
----------------------------

Keagungan Sejati
Vernon C. Grounds

Baca: Markus 10:35-45

Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. —Markus 10:43

Bacaan Untuk Setahun:
Kejadian 49–50
Matius 13:31-58

Ada orang-orang yang merasa dirinya bagaikan sebuah batu kerikil kecil yang tak berarti di tengah suatu jurang yang dalam. Namun sekecil apa pun kita menilai diri sendiri, Allah dapat memakai kita secara luar biasa.

Dalam khotbahnya di awal tahun 1968, Martin Luther King Jr. mengutip perkataan Yesus dari Markus 10 tentang hal melayani. Kemudian King mengatakan, “Setiap orang bisa menjadi besar, karena setiap orang bisa melayani. Anda tak perlu gelar sarjana untuk bisa melayani. Anda tak perlu membuat satu kalimat yang sempurna untuk bisa melayani. Anda tak perlu mengetahui tentang Plato dan Aristoteles untuk bisa melayani. . . . Anda hanya perlu sebuah hati yang penuh kasih karunia dan jiwa yang digerakkan oleh kasih.”

Ketika murid-murid Yesus bertengkar tentang siapa di antara mereka yang akan menduduki tempat terhormat di surga, Yesus berkata kepada mereka: “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang’’ (Mrk. 10:43-45).

Bagaimanakah dengan kita? Seperti itukah pemahaman kita tentang keagungan? Apakah kita melayani dengan gembira, saat melakukan pekerjaan yang mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain? Apakah tujuan kita melayani adalah untuk menyenangkan Tuhan dan bukan untuk mendapatkan pujian? Jika kita bersedia menjadi seorang pelayan, hidup kita akan memuliakan Tuhan yang sungguh agung.
Tak ada pelayanan yang dipandang kecil,
Ataupun terlalu besar, meski seluruh bumi diraihnya;
Hal itu kecil jika demi kemuliaan diri sendiri,
Dan itu besar jika seturut kehendak Tuhan. —NN.
Perbuatan sederhana yang dilakukan demi nama Kristus merupakan perbuatan yang sungguh agung.

Renungan Malam


Renungan Malam
Sabtu, 18 January 2014
----------------------------

Hidup dengan Anugerah

Nats : Rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati" (1Petrus 5:5)
Bacaan : 1Petrus 5:5-11

Kevin Rogers, seorang pendeta gereja di Kanada, telah mengumpamakan anugerah Allah sebagai sekretaris khayalan yang memaksanya untuk memperlakukan orang lain seperti yang Allah lakukan. Rogers menulis, "Grace (dalam bahasa Indonesia: Anugerah) adalah sekretaris saya, tetapi ia membuat saya tidak dapat memenuhi jadwal harian saya sendiri. Ia membiarkan orang asing masuk ruang kerja saya untuk mengusik pekerjaan saya. Entah bagaimana, ia membiarkan semua panggilan telepon tersambung ke saya, padahal saya lebih suka menerimanya pada waktu yang lebih tepat. Tidakkah ia tahu bahwa saya punya jadwal acara? Terkadang saya berharap sekretaris saya itu tidak berada di sini. Akan tetapi, ia punya cara yang menakjubkan dalam menutupi kesalahan saya dan mengubah kantor saya menjadi tempat yang kudus. Ia menemukan kebaikan dalam segala sesuatu, bahkan dalam kegagalan."

Oleh anugerah Allah, kasih dan kebaikan hati-Nya yang tak terbatas, kita telah diampuni di dalam Kristus. Allah berfirman, daripada menjalin relasi dengan sikap meninggikan diri, lebih baik kita mengutamakan orang lain daripada diri kita sendiri. Kita harus mengenakan pakaian kerendahan hati karena Dia "menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati" (1 Petrus 5:5).

Ketika "Allah sumber segala kasih karunia" (ayat 10) mengontrol hidup kita, Dia mampu mengubah gangguan jadi kesempatan, kesalahan jadi keberhasilan, kesombongan jadi kerendahan hati, dan kesengsaraan menjadi kekuatan. Itulah kuasa Allah yang menakjubkan. Itulah bukti anugerah-Nya! --David McCasland

SAAT MENGENAL ANUGERAH ALLAH
ANDA PASTI INGIN MENUNJUKKANNYA

Sabtapan Rohani


Santapan Rohani
Jumat, 17 January 2014
---------------------------

Sudut Pandang Kekekalan
Dennis Fisher

Baca: 2 Korintus 4:16-18

Yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal. —2 Korintus 4:18

Bacaan Untuk Setahun:
Kejadian 41–42
Matius 12:1-23

Fanny Crosby telah kehilangan daya penglihatannya sejak ia masih bayi. Namun yang mengagumkan, ia bertumbuh menjadi salah seorang penulis lagu himne Kristen yang paling dikenal sepanjang masa. Fanny, yang dikaruniai umur panjang, menulis lebih dari 9.000 lagu di sepanjang hidupnya. Beberapa himnenya yang menjadi favorit sampai sekarang adalah “Blessed Assurance” (‘Ku Berbahagia) dan “To God Be the Glory” (Terpujilah Allah).

Sejumlah orang merasa kasihan kepada Fanny. Seorang pendeta yang berniat baik pernah berkata, “Sayang sekali Tuhan tidak memberimu penglihatan, padahal Dia menganugerahkan begitu banyak talenta kepadamu.” Fanny memberikan jawaban yang rasanya sulit untuk dipercaya, “Pak, seandainya aku bisa mengajukan satu permintaan saat aku dilahirkan, aku tetap ingin dilahirkan buta. . . . Dengan demikian, ketika aku tiba di surga kelak, wajah pertama yang akan kupandang dan membuatku bersukacita adalah wajah Juruselamatku.”

Fanny memandang hidup dari sudut pandang kekekalan. Masalah-masalah yang kita hadapi pun akan terlihat berbeda jika kita melihat-nya dari sudut pandang kekekalan. “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2Kor. 4:17-18).

Segala pencobaan kita akan sirna ketika kita mengingat satu hari yang mulia kelak pada saat kita bertemu Yesus!
Ya Allah, tolonglah kami untuk memandang hidup ini dari sudut pandang surgawi. Ingatkan kami bahwa sesulit apa pun pencobaan yang kami alami, semua itu akan sirna saat kami bertemu muka dengan-Mu.
Cara kita memandang kekekalan akan menentukan cara kita menjalani hidup saat ini.

Renungan Rohani Malam


Renungan Malam
Kamis, 16 January 2014
---------------------------

Lebih dari Kontrak

Nats : Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris (Roma 8:16,17)
Bacaan : Roma 8:14-17

Kita semua sudah terbiasa dengan kontrak. Kita kerap kali harus menandatanganinya; saat mencapai kesepakatan bisnis, mengambil pinjaman bank, membeli mobil, menyewa apartemen, atau membeli peralatan besar. Kontrak, baik formal maupun tidak, memerinci apa yang terjadi jika salah satu pihak gagal memenuhi perjanjian.

Bagaimanapun, percaya kepada Kristus untuk memperoleh keselamatan lebih dari sekadar menandatangani sebuah kontrak. Pada saat kita percaya, berarti kita masuk dalam hubungan yang mengikat dengan Allah, di mana Dia menjadikan kita anak-anak-Nya melalui kelahiran baru dan pengangkatan anak (1 Petrus 1:23; Efesus 1:5). Oleh karena adanya hubungan keluarga yang erat ini, kita menjadi pewaris tetap dari warisan kekal yang disediakan Allah bagi kita di surga (1 Petrus 1:4).

Kontrak dapat dibatalkan jika salah satu pihak gagal memenuhi janji yang telah disepakati. Namun untung bagi kita, akhir hidup kita dalam kekekalan didasarkan pada sesuatu yang lebih dari sekadar perjanjian yang sah dengan Allah. Kita berada pada posisi yang benar-benar aman karena hubungan kekeluargaan dengan-Nya. Jika seorang anak tidak hadir saat makan malam, bukan berarti kewajiban orangtua tidak berlaku lagi. Namun mereka akan mencari sang anak. Kelalaian seorang anggota keluarga tidak akan pernah memutus hubungan kekerabatan mereka.

Betapa kita sungguh bersyukur karena hidup yang kekal didasarkan pada hubungan kita dengan Allah melalui Kristus --Haddon Robinson

KITA ADALAH AHLI WARIS ALLAH BUKAN HANYA BERDASAR KONTRAK
NAMUN BERDASAR HAK KITA SEBAGAI ANAK

Renungan Pagi


Santapan Rohani
Kamis, 16 January 2014
---------------------------

Tenda Kecil
David C. McCasland

Baca: Kolose 1:1-12; 4:12

Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia. —Kolose 1:19

Bacaan Untuk Setahun:
Kejadian 39–40
Matius 11

Sepanjang rangkaian kebaktian kebangunan rohani bersejarah yang diadakan oleh Billy Graham di Los Angeles pada tahun 1949, orang-orang memadati sebuah tenda raksasa yang dapat menampung lebih dari 6.000 orang setiap malamnya selama 8 minggu berturut-turut. Di dekat tenda raksasa itu, ada sebuah tenda yang lebih kecil yang disediakan untuk pelayanan konseling dan doa. Cliff Barrows, seorang pemimpin musik, sahabat karib sekaligus rekan pelayanan Graham, sering mengatakan bahwa karya penginjilan yang sesungguhnya terjadi dalam “tenda kecil” itu, di mana sekumpulan orang berlutut untuk berdoa sebelum dan selama kebaktian kebangunan rohani berlangsung. Seorang wanita asal Los Angeles bernama Pearl Goode menjadi penggerak dari persekutuan doa tersebut dan dalam banyak kebaktian yang diadakan selanjutnya.

Dalam surat kepada para pengikut Kristus di Kolose, Paulus meyakinkan mereka bahwa ia beserta rekan-rekan sepelayanannya selalu berdoa untuk mereka (Kol. 1:3,9). Di akhir suratnya, Paulus menyebut nama Epafras, seorang perintis gereja di Kolose, yang “selalu bergumul dalam doanya untuk kamu, supaya kamu berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah” (4:12).

Sejumlah orang memang diberi tanggung jawab untuk tampil di hadapan orang banyak guna memberitakan Injil di bawah “tenda raksasa”. Namun Allah menganugerahkan kepada kita semua, sama seperti yang dianugerahkan-Nya kepada Epafras dan Pearl Goode, suatu hak istimewa untuk berlutut memanjatkan doa di dalam “tenda kecil” dan membawa jiwa-jiwa ke hadapan takhta-Nya.
Mulialah mereka yang berdoa
Untuk sesama yang begitu membutuhkan;
Dengan bertelut mereka giat melayani
Tekun berdoa dan tak menyerah. —D. DeHaan
Doa bukanlah sekadar persiapan menjelang pelayanan, melainkan pelayanan itu sendiri. —Oswald Chambers

Santapan Rohani


Santapan Rohani
Rabu, 15 January 2014
--------------------------

Makanan Di Lemari
Dave Branon

Baca: Matius 6:25-34

Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan . . . apa yang hendak kamu pakai. —Matius 6:25

Bacaan Untuk Setahun:
Kejadian 36–38
Matius 10:21-42

Marcia adalah seorang sahabat saya yang menjadi direktur dari Sekolah Luar Biasa Kristen di Jamaika bagi kaum tuna rungu. Baru-baru ini tulisannya memberikan wawasan penting tentang sudut pandang. Dalam sebuah artikel yang diberinya judul “Suatu Awal yang Indah”, ia menyebutkan bahwa untuk pertama kalinya dalam 7 tahun sekolah itu memulai tahun ajaran baru dengan suatu surplus. Apa yang menjadi surplusnya? Apakah tabungan seribu dolar di bank? Bukan. Persediaan perlengkapan sekolah yang cukup untuk setahun? Bukan. Hanya ini: Persediaan makanan di lemari yang cukup untuk sebulan.

Hal itu sungguh luar biasa, mengingat tanggung jawabnya untuk memberi makan 30 anak yang lapar dengan anggaran terbatas! Marcia mencantumkan dalam tulisannya ayat 1 Tawarikh 16:34: “Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.”

Tahun demi tahun Marcia mempercayai Allah untuk terus memelihara anak-anak dan para pekerja di sekolahnya. Ia tidak pernah memiliki banyak hal—entah itu air atau makanan atau perlengkapan sekolah. Akan tetapi ia selalu bersyukur atas semua yang Allah berikan, dan ia tetap setia untuk mempercayai bahwa Allah akan selalu memelihara mereka.

Ketika kita memulai tahun yang baru ini, apakah kita masih mempercayai pemeliharaan Allah? Mempercayai pemeliharaan Allah berarti mempercayai ucapan Yesus, Sang Juruselamat, yang berkata, “Janganlah kuatir akan hidupmu . . . janganlah kamu kuatir akan hari besok” (Mat. 6:25,34).
Oh tiada ‘ku gelisah Akan masa menjelang;
‘Ku berjalan serta Yesus,
Maka hatiku tenang. —Stanphill
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 241)
Kekhawatiran takkan menghapus kesedihan di hari esok; tetapi merampas daya hidup hari ini. —Corrie ten Boom

 
Copyright © 2014. GBKP RUNGGUN KANDIS - All Rights Reserved
Powered by: Blogger